Penguatan Ekonomi Rakyat: Dasar Pembangunan Daerah
Perekonomian nasional berdasar dan berorientasi kerakyatan merupakan turunan dari paham kebangsaan dan kerakyatan itu sendiri. Bangsa Indonesia menghendaki sektor ekonomi rakyat menjadi soko guru ekonomi nasional. Secara jelas, pasal 33 UUD ’45 menerangkan secara prinsip tentang bangunan perekonomian nasional yang disusun oleh kekuatan ekonomi rakyat, untuk menyusun usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Ekonomi kerakyatan merupakan kegiatan ekonomi yang menghidupi kita. Setiap hari yang kita hidangkan di meja makan adalah bahan-bahan hasil produksi rakyat. Dari beras sampai garam, dari sayur-mayur sampai bumbu, merupakan produksi perekonomian rakyat, bukan produksi ekonomi konglomerat. Jadi perekonomian rakyat menghidupi dan menjadi pendukung kehidupan bangsa selama ini, dan pasti untuk masa mendatang.
Dalam perjuangan fisik melawan penjajah penjajah, rakyat pulalah yang memberi makan pejuang kita. Perekonomian rakyatlah yang menghidupi perjuangan kemerdekaan semua itu. Perekonomian rakyatlah yang membuat bangsa kita itu mampu bertahan sampai Indonesia memperoleh pengakuan kedaulatan. Rakyat kita mengenal budaya tolong-menolong dan gotong-royong yang merupakan bagian inti dari sistem “social safety net” Indonesia yang tulen. Tatkala buruh-buruh sektor besar dan modern terkena PHK, mereka terlempar, mereka sebagian besar “diterima” dan “dihidupi” oleh ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat telah menjadi “penjaga gawang” dalam perekonomian nasional.
Alangkah tepat jika ekonomi rakyat dijadikan dasar melepaskan diri dari penumpukan aset ekonomi dipusat kekuasaan dan ketergantungan yang berlebih-lebihan dari bangsa asing. Membangun ekonomi rakyat dalam bentuk kegiatan koperasi merupakan benteng dalam memperkuat organisasi-organisasi ekonomi di tingkat akar rumput. Karena itu tantangan ke depam adalah bagaimana agar ekonomi rakyat dan koperasi bisa menjadi solusi. Caranya adalah memperkuat manajemen koperasi, mentalitas pengurus dan anggota, penerapan teknologi, meningkatkan aksesibiltas permodalan dan jaringan, serta memperkuat sumber daya manusia.
Karena koperasi merupakan organisasi ekonomi ke depan, maka koperasi harus mampu mengantisipasi gelombang dan dinamika perubahan. Dewasa ini bangsa Indonesia sedang berhadapan dengan globalisasi dan liberalisasi perdagangan. Dengan dimasukinya era liberalisasi dan perdagangan bebas yang ditandai dengan diratifikasinya WTO, AFTA, dan NAFTA, jelas akan mempersulit posisi Indonesia dan negara-negara berkembang yang lain. Dan tentunya bisa jadi akan mempersulit produk koperasi dan ekonomi rakyat di tingkat global dalam bersaing. Misalnya dalam perdagangan komoditi-komoditi pertanian yang dihasilkan oleh koperasi dan ekonomi rakyat.
Dalam kaitan ini perlu dititikberatkan di sini betapa kepentingan ekonomi nasional harus menjadi faktor pertimbangan utama. Seandainya terjadi bahwa harga-harga komoditi pertanian dari luar negeri lebih murah dari komoditi pertanian yang sejenis di Indonesia, haruslah tidak bermakna bahwa kita mengorbankan untuk tidak membeli komoditi pertanian ini di dalam negeri dan sebagai gantinya mengimpornya dari luar negeri seperti yang termaktub dalam persetujuan WTO yang sudah diratifikasi oleh DPR.
Secara sosial hal tersebut sangat tidak tepat dan tidak dapat kita terima. Apa sebab? Sebabnya ialah walaupun secara komersial hal ini dianggap efisien tetapi keputusan ini akan mengorbankan rakyat banyak terutama jutaan petani yang memproduksi komoditi pertanian ini secara kecil-kecilan. Oleh karena ini diproduksi secara kecil-kecilan, maka apa yang disebut skala ekonomi dengan produktivitas yang menaik tidak tercapai dalam proses produksi sehingga biaya per satuan relatif menjadi lebih mahal dari komoditi pertanian yang diimpor dan telah diproduksi secara besar-besaran sehingga telah mencapai bahkan melampaui skala ekonomi dengan produktivitas yang terus menaik. Apalagi ketentuan persetujuan WTO menetapkan pengurangan subsidi untuk petani. Sedangkan kita ketahui, komoditi-komoditi pertanian di negara-negara maju di Barat secara tidak langsung masih disubsidi melalui kredit murah, bia ya asuransi yang murah dan biaya pengapalan yang murah sehingga elemen-elemen ini relatif menambah murahnya harga komoditi-komoditi pertanian sewaktu memasuki pasaran domestik dalam negara-negara sedang berkembang.
Jepang adalah salah satu negara maju yang sudah meratifikasi persetujuan WTO. Namun Jepang bukanlah bangsa yang tolol. Jepang mencari celah-celah sehingga bangsa Jepang tidak dirugikan. Contohnya, beras yang dihasilkan oleh petani-petani Jepang tidak dipasarkan di dalam negeri dengan bersaing dengan beras impor yang jauh lebih murah. Demikian juga terjadi untuk produk-produk teknologi tinggi buatan Jepang. Dalam kasus jasa-jasa golongan profesional (dokter, pengacara, ahli-ahli teknik, dan lain-lain), Jepang menerapkan kemahiran dalam bahasa Jepang (lisan dan tulisan) sebagai syarat mutlak masuknya golongan profesional ini. Ini semua mengakibatkan timbulnya suatu pernyataan dari seorang ekonom Amerika Serikat yang mengemukakan; “Kita bukan bersaing dengan perusahaan-perusahaan Jepang tetapi menghadapi keseluruhan sistem budaya Jepang”. Pernyataan ini jelas menunjukkan bahwa nasionalisme ekonomi mutlak diperlukan suatu bangsa. Seperti juga diperlukan nasionalisme ekonomi untuk mengisi kemerdekaan politik dan harga diri suatu bangsa.
Mengimpor komoditi pertanian dari luar negeri walaupun lebih murah dibandingkan dengan membeli komoditi pertanian yang sejenis dan diproduksi oleh jutaan petani kecil kita di dalam negeri walaupun lebih mahal menimbulkan dampak sosial yang berbeda. Bedanya adalah mengimpor dari luar negeri menimbulkan efek berantai di luar negeri yaitu apa yang disebut dalam konsep ekonomi “multiplier effect” (efek pengganda). Sedangkan jika membeli dari bangsa sendiri walaupun lebih mahal, menimbulkan efek berantai di dalam negeri. Di sinilah bedanya efisiensi komersial dengan efesiensi sosial. Ukuran efisiensi dalam perkembangan ekonomi dan sosial haruslah menggunakan konteks sosial ini agar konsisten dengan pengembangan ekonomi kerakyatan. Tentu saja dalam jangka panjang efisiensi sosial ini diusahakan akan mendekati efisiensi komersial.
Nasionalisasi Ekonomi Sebagai Dasar Pembangunan Daerah
Tindakan dan sikap-sikap kita berkaitan dengan efisiensi komersial pada akhirnya menuai malapetaka. Adalah tidak dapat diterima adanya suatu kenyataan yang menunjukkan hak cipta mengenai barang-barang konsumsi rakyat Indonesia yang sejak dulu kala sudah dikonsumsi rakyat kita, sekarang berada di tangan pihak asing. Misalnya, hak cipta tempe yang sekarang dipatenkan di Amerika Serikat, hak cipta kecap dan tahu yang dipatenkan di Jepang, hak cipta ragam batik yang dipatenkan di Jerman dan Inggris, hak cipta batik Jambi yang dipatenkan di Jepang, hak paten keranjang rotan yang sekarang dipatenkan di Singapura. Biaya barang-barang konsumsi ini tentu akan memperbesar nilai impor sehingga akan dililit oleh perkiraan berjalan dalam neraca pembayaran yang terus menerus bertambah besar.
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan WTO akan menjerumuskan negara-negara berkembang yang lemah (lemah dalam pengertian adanya beban utang luar negeri yang sangat memberatkan, adanya defisit dalam neraca pembayaran yang bersifat kronis, adanya masalah-masalah kepincangan struktual yang secara fundamental belum dikoreksi) kedalam situasi ketergantungan yang lebih intensif kepada kekuatan ekonomi pihak asing. Ketergantungan ini dimanifestasikan dalam bentuk ketergantungan dibidang keuangan, ketergantungan dibidang perdagangan, dan ketergantungan dibidang teknologi. Khusus mengenai Indonesia, ketergantungan yang diantisipasikan oleh Dos Santos (1970) akan diderita Indonesia dan rakyatnya secara lebih parah.
Ini dapat diperinci sebagai berikut:
a) Pihak asing akan menentukan formulasi kebijaksanaan ekonomi dan sosial Indonesia termasuk struktur kekuasaan.
b) Penguasaan devisa akan kembali berada di tangan pihak asing dengan intensitas yang lebih tinggi.
c) Pengusaan unit-unit ekonomi dan aset dalam Republik Indonesia oleh pihak asing akan bertambah intensif.
Ini dapat ditunjukkan dalam diagram dialektik hubungan ekonomi Indonesia:
Dalam diagram tadi dapat kita lihat bagaimana unit-unit ekonomi rakyat (usaha-koperasi dan ekonomi rakyat) yang sebagian besar rakyat Indonesia mencari nafkah menjadi korban hisapan dari pihak-pihak yang mengeksploitasi mereka. Unit-unit ekonomi rakyat dihisap surplus ekonomi mereka dan mereka berada dalam kerangkeng pihak-pihak yang mengeksploitasi mereka. Dalam diagram ini kita lihat surplus ekonomi mengalir secara vertical ke oknum birokrat, pemodal besar dan kelompok perantara, dan selanjutnya secara horisontal ke pemasok utang luar negeri dan investor asing. Ekonomi nasional dan asset bangsa khususnya sumber daya alam kemudian diambil alih oleh pihak asing. Dalam proses ini terjadi re-kolonisasi seperti yang kita saksikan kini dalam bidang perbankan, telekomunikasi, pertambangan dan pasar bisnis eceran. Ideologi kebangsaan dalam ekonomi digeser oleh paham liberal-kapitalistis.
Membangun Paradigma Baru Ekonomi Nasional: Teknologi Informasi dan Komunikasi Sebagai Dasar
Suatu paradigma baru nampaknya sedang dalam proses pematangan. Sektor jasa, terutama telekomunikasi, transportasi, bank, asuransi dan perangkat lunak melandasi perubahan. Mereka menjadi sektor unggulan pertumbuhan surplus ekonomi.
Namun berbeda dengan peran sektor pertanian dalam paradigma lama yang disedot untuk keuntungan sektor lain, sektor jasa dalam paradigma baru ini menjadi prasarana, yang perkembangannya merupakan prasyarat bagi perkembangan yang lain.
Paradigma baru itu, pada dasarnya menggaris-bawahi arti penting perdagangan internasional sebagai penghela pembangunan. Perdagangan secara teoritis (Ricardo, Hecksher-Ohlin, Paul Krugman) dipercaya akan memperluas produksi semua pihak. Perdagangan adalah win-win solution dalam hubungan internasional. Dengan paradigma ini orientasi kebijakan ekonomi berbalik menjadi “outward looking”. Sistem proteksi dilepaskan, monopoli dihapuskan, sehingga rakyat bisa menikmati harga semurah bisa ditawarkan pasar. Di lain pihak ekonomi rakyat bisa pula tergusur dalam persaingan tidak imbang dengan modal besar.
Paradigma baru pembangunan ekonomi nasional ini melahirkan tantangan yang luar biasa terutama terhadap koperasi dan usaha ekonomi rakyat. Para petani misalnya harus memiliki kemampuan menaksir melalui jaringan informasi perubahan permintaan dan harus cukup terkoordinasi untuk bisa mengatur produksi. Tanpa kemampuan itu, para petani kita bisa menjadi korban sia-sia. Salah satu upaya penting adalah mendayagunakan jaringan pasar on-line untuk mengembangkan pasar terbuka yang berskala dan bisa diakses petani, produsen industri kecil dan pedagang secara kolektif
Tujuan pasar lelang online (ipasar) adalah menciptakan pasar yang lebih efisien dan lebih cair bagi komoditas Indonesia, berperan sebagai “agregator” yang mengumpulkan bermacam-macam komoditas yang berasal dari banyak produsen kemudian membuatnya tersedia dengan standarisasi mutu. Ipasar menghubung-hubungkan stok yang tersebar di ribuan gudang dengan menggunakan sarana: “iPasar – Electronic Trading System” atau sistim resi gudang (eResi) dan perdagangan (eLelang) secara elektronik sehingga mudah ditemukan dan diperdagangkan di satu tempat oleh pelanggan dalam maupun luar negeri. Hal ini menyederhanakan rantai intermediasi distribusi dan perdagangan di seluruh Indonesia, dengan perdagangan yang teratur, wajar, efisien dan efektif akan terbentuk harga yang transparan guna menjadi acuan referensi harga komoditas nasional. Dengan demikian, pasar lelang online dapat mendorong dan menfasilitasi sekuritisasi komoditas, sehingga mempermudah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memperoleh pembiayaan pasca panen dari perbankan ataupun dari institusi keuangan lainnya guna meningkatkan permodalannya.
Keterangan:
(1) + (2) Penjual dan Pembeli, Anggota Lelang dan Penjaminan yang bertindak baik untuk kepentingan sendiri maupun bertindak sebagai Perantara Perdagangan untuk kepentingan pihak ketiga (nasabah)/ prinsipalnya di dalam dan luar negeri dengan memperoleh imbalan jasa.
(3) Komoditi diperdagangkan dengan suatu standar dan peringkat mutu tertentu.
(4) Quality Surveyor adalah Independent Surveyor/ Lembaga Penilai Kesesuaian yang memeriksa dan menilai kualitas, kuantitas dan kemasan komoditi.
(5) Gudang serah terima komoditas di kelola oleh Independent Warehouse Manager (Pengelola Gudang)
(6) Bukti Penyimpanan Barang diterbitkan oleh Pengelola Gudang sebagai bukti penyimpanan suatu underlying asset (komoditas) di suatu gudang.
(6a) Notifikasi para pihak adalah konfirmasi penetapan hak dan kewajiban penyelesaian transaksi terhadap Transaksi Lelang yang terjadi ditentukan oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan melalui proses Netting pada setiap Hari Lelang.
(6b) Transfer antar pihak adalah pemindah bukuan untuk penyelesaian transaksi antar pihak yang melakukan penjualan dan pembelian suatu komoditi pada Rekening Komoditi para pihak di Lembaga Kliring dan Penjaminan
(7) Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah PT. Kliring Berjangka Indonesia (Persero), mengkliringkan dan menjamin penyelesaian transaksi IPASAR.
(8) Pembiayaan oleh Bank, Institusi Keuangan lainnya atau Perantara Perdagangan s/d maks. 70% x nilai komoditas dengan Bukti Penyimpanan Barang sebagai jaminan (collateral)
Dalam kaitan ini diperlukan beberapa syarat utama yakni:
(i) Kebijakan Publik Yang Memihak
Persoalan yang juga akut menyangkut pengembangan koperasi dan ekonomi rakyat adalah terjebaknya koperasi dan ekonomi rakyat di dalam keterbatasan sumberdaya. Keadaan mereka yang miskin, ketakpastian dan risiko yang tinggi praktis telah mengasingkan mereka dari sumber-sumber modal, keahlian, informasi dan peluang bisnis.
Tidak seluruh kelemahan koperasi dan usaha rakyat berasal dari kelemahan internal mereka. Kesalahan kebijakan publik yang melahirkan konsentrasi ekonomi mempunyai andil yang tidak kecil atas keterpurukan koperasi dan ekonomi rakyat. Modal, keahlian, informasi dan pasar adalah komoditi ekonomi yang senantiasa bergerak menuju lokasi dengan potensi keuntungan tertinggi. Selama kebijakan tidak memberi advantage kepada koperasi dan ekonomi rakyat. Dualisme struktur sosial ekonomi akan makin meruyak.
Kegiatan ekonomi daerah, koperasi dan ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi jaringan harus mengadopsi teknologi sebagai faktor pemberi nilai tambah terbesar dari proses ekonomi itu sendiri. Faktor skala ekonomi dan efisiensi yang akan menjadi dasar kompetisi bebas menuntut keterlibatan jaringan koperasi dan ekonomi rakyat, yakni berbagai sentra-sentra kemandirian koperasi dan ekonomi rakyat, skala besar dengan pola pengelolaan yang menganut model siklus terpendek dalam bentuk yang sering disebut dengan “pembeli adalah juga pemilik”.
Memasuki era liberalisasi ekonomi dan perdagangan ke depan, tentunya koperasi dan ekonomi rakyat semakin menghadapi tantangan hebat. Langkah-langkah kebijakan publik untuk penguatan ekonomi seperti yang dikemukakan di atas harus segera dilakukan. Namun yang paling penting diantisipasi oleh kegiatan koperasi dan ekonomi rakyat adalah jaringan informasi terhadap akses produksi, pasar, distribusi, bahan baku, dan lainnya.
(ii) Pengembangan Peran Teknologi Informasi Dan Komunikasi Untuk Ekonomi Rakyat.
Melihat dinamika teknologi informasi dan keadaan koperasi dan ekonomi rakyat, peran pemakaian internet sangat signifikan untuk mengantisipasi teknologi informasi tersebut. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah peran Internet bagi koperasi dan kegiatan ekonomi rakyat? Peran paling penting dari Internet adalah membuka pintu gerbang informasi seluas-luasnya bagi siapa saja. Bersama Internet semua informasi bebas diakses siapa saja. Koperasi dan ekonomi rakyat bisa mencari penjual bahan baku dan menawarkan produk langsung kepada pembeli.
Dengan kata lain Internet telah meruntuhkan pemusatan dan monopoli informasi. Ini berarti teknologi telah membantu menghancurkan salah satu tiang penyangga kekuatan non-demokratik: penguasaan informasi secara sepihak. Dengan kata lain penemuan Internet telah turut ambil peran bagi penegakkan prinsip-prinsip demokrasi.
Internet telah melakukan tugas yang dalam sejarah biasanya diemban oleh sebuah revolusi sosial. Tugas kita sekarang adalah memelihara warisan Internet ini dengan saksama demi kemajuan koperasi dan ekonomi rakyat. Dengan kata lain, koperasi dan ekonomi rakyat pada umumnya mesti secepatnya menguasai teknologi, pengetahuan dan akses Internet agar momentum yang telah tercipta tidak buyar dengan sendirinya.
Memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi kegiatan ekonomi kerakyatan, maka koperasi dan ekonomi rakyat perlu dipahami secara komprehensif, tidak sepotong-sepotong, dalam sebuah kerangka “close-circuit economy” yang sesuai dengan perkembangan paradigma baru masyarakat yang holistik. Secara singkat, koperasi dan ekonomi rakyat dalam konteks ekonomi jaringan dapat dijelaskan sebagai:
1. Ekonomi jaringan yang menghubung-hubungkan sentra-sentra inovasi, produksi dan kemandirian koperasi dan ekonomi rakyat ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk terbentuknya jaringan pasar domestik diantara sentra dan pelaku usaha koperasi dan ekonomi rakyat,
2. Suatu jaringan yang diusahakan untuk siap bersaing dalam era globalisasi, dengan cara mengadopsi teknologi informasi dan sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana dimiliki oleh lembaga-lembaga bisnis internasional, dengan sistem kepemilikan koperasi dan publik.
3. Jaringan tersebut menerapkan sistem open consumer society cooperatives (koperasi masyarakat konsumen terbuka), dimana para konsumen adalah sekaligus pemilik dari berbagai usaha dan layanan yang dinikmatinya, sehingga terjadi suatu siklus kinerja usaha yang paling efisien karena pembeli adalah juga pemilik sebagaimana iklan di banyak negara yang menganut sistem kesejahteraan sosial masyarakat (welfare state) dengan motto: “belanja kebutuhan sehari-hari di toko milik sendiri”.
4. Ekonomi jaringan ini harus didukung oleh jaringan telekomunikasi, jaringan pembiayaan, jaringan usaha dan perdagangan, jaringan advokasi usaha, jaringan saling-ajar, serta jaringan sumberdaya lainnya seperti hasil riset dan teknologi, berbagai inovasi baru, informasi pasar, kebijaksanaan dan intelejen usaha, yang adil dan merata bagi setiap warga-negara, agar tidak terjadi diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu yang disudutkan sebagai beban pembangunan seperti yang terjadi selama Orde Baru.
5. Ekonomi jaringan adalah suatu perekonomian yang menghimpun para pelaku ekonomi, baik itu produsen, konsumen, services provider, equipment provider, cargo, dan sebagainya di dalam jaringan yang terhubung baik secara elektronik maupun melalui berbagai forum usaha yang aktif dan dinamis.
(iii) Penguatan Pembiayaan Koperasi dan Ekonomi Rakyat
Sesungguhnya, pengembangan koperasi dan ekonomi rakyat bukan hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bawah, tetapi juga untuk mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Tanpa basis luas, pertumbuhan ekonomi tidak dapat sinambung karena terbatasnya pasar, rendahnya daya beli sebagian besar konsumen, dan yang lebih berbahaya adalah meluasnya permasalahan sosial karena ketimpangan sosial. Jadi, keberhasilan mengembangkan koperasi dan ekonomi rakyat merupakan syarat bagi perkembangan perekonomian nasional yang berkesinambungan.
Berdasarkan prinsip bahwa pertumbuhan dan kemajuan koperasi dan ekonomi rakyat merupakan dasar pengembangan ekonomi nasional, maka koperasi dan ekonomi rakyat yang kuat dapat mewujudkan ekonomi nasional yang tangguh. Dengan demikian, pengembangan koperasi dan ekonomi rakyat berarti juga menghapuskan dikotomi antara sektor modern dan sektor tradisional.
Pengembangan koperasi dan ekonomi rakyat juga menjadi pertahanan yang kokoh di pasar domestik menghadapi persaingan global. Kemampuan unit koperasi dan ekonomi rakyat dalam menguasai pasar lokal akan menjamin pangsa pasar domestik dari serbuan modal besar, dalam maupun luar negeri. Dukungan koperasi dan ekonomi rakyat juga dapat menentukan kekompetitifan usaha besar di pasar internasional.
Penerimaan pendapatan nasional hanya bertumpu pada sebagian kecil kelompok menandakan belum meratanya distribusi pendapatan. Terciptanya pemusatan aset ekonomi pada sebagian kecil orang berdampak ke arah ekonomi biaya tinggi lantaran adanya fasilitas subsidi, serta proteksi dan mengakibatkan pembagian hasil pembangunan terhenti hanya pada segelintir orang. Pertumbuhan ekonomi yang dinilai lumayan tinggi ternyata tidak dapat dinikmati oleh rakyat secara keseluruhan, sehingga potensi semakin terpinggirkan. Kecuali itu, seluruh bangsa menyadari perlunya pemerataan sebagai pra kondisi perwujudan keadilan sosial.
Dalam upaya ini, beberapa desain strategis yang harus ditempuh dalam penguatan koperasi dan ekonomi rakyat, di antaranya;
Pertama, dengan meningkatkan akses kesempatan (acces of opportunity) terhadap hal-hal yang selama ini sangat sedikit atau tertutup peluangnya bagi pengembangan ekonomi rakyat. Misalnya, akses terhadap aset produksi, seperti tanah, modal, dan teknologi.
Kedua, memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha antar pelaku ekonomi. Peningkatan posisi tawar ini bisa dilakukan melalui pengembangan dan pembangunan prasarana dan sarana perhubungan yanag akan memperlancar pemasaran produknya. Sebagai produsen dan penjual, posisi dan kekuatan koperasi dan ekonomi rakyat dalam perekonomian sangat lemah. Oleh karena itu, rakyat harus membantu pemasaran produknya. Unsur penting dalam informasi pasar adalah kecenderungan permintaan di pasar domestik maupun pasar internasional, harga, kualitas, standar dan sebagainya. Ketersediaan informasi ini akan membantu koperasi dan ekonomi rakyat bekerja sejalan dengan permintaan pasar.
Ketiga, proses industrialisasi harus mengarah ke perdesaan dengan memanfaatkan potensi lokal, yang umumnya adalah agroindustri. Dalam proses itu, perlu dihindari terjadinya “penggusuran” ekonomi rakyat. Karena yang datang adalah industri berskala besar yang mengambil lahan subur, merusak lingkungan, menguras sumberdaya, dan mendatangkan tenaga kerja dari luar.
Kelima, adanya peningkatan SDM dan disertai peningkatan perangkat peraturan perundangan yang benar-benar melindungi koperasi dan ekonomi rakyat dan mengkaji ulang perangkat perundangan yang tidak kondusif bagi pengembangan koperasi dan ekonomi rakyat.
Memasuki era liberalisasi ekonomi dan perdagangan, tentunya koperasi dan ekonomi rakyat semakin menghadapi tantangan hebat. Langkah-langkah penguatan ekonomi seperti yang dikemukakan di atas harus segera dilakukan. Namun yang paling penting diantisipasi oleh kegiatan koperasi dan ekonomi rakyat adalah jaringan informasi terhadap akses produksi, pasar, distribusi, permodalan, bahan baku, dan lainnya.
(iv) Lembaga Pembiayaan Mikro.
Salah satu kendala yang membatasi kegiatan ekonomi rakyat, khususnya koperasi dan ekonomi rakyat adalah adanya prasyarat perbankan yang dinilai tidak bankable. Keadaan ini menyebabkan sedikitnya interaksi antara lembaga keuangan yang melayani pemberian kredit dengan masyarakat kecil yang memerlukan kredit. Oleh karena itu, langkah yang amat mendasar yang harus ditempuh adalah membuka akses ekonomi rakyat kepada modal. Untuk itu memang diperlukan pendekatan yang berbeda dengan cara-cara perbankan konvensional.
Akses kepada modal harus diartikan sebagai keterjangkauan, yang memiliki dua sisi; pertama, ada pada saat diperlukan, dan kedua, dalam jangkauan kemampuan untuk memanfaatkannya. Dengan demikian, persyaratan teknis perbankan seperti yang biasa digunakan di sektor modern, tidak bisa diterapkan di sini, paling tidak pada tahap awal. Misalnya, penilaian pemberian kredit tidak harus berdasarkan agunan, tetapi berdasarkan prospek kegiatan usaha. Demikian pula penentuan tingkat suku bunga harus memperhatikan kondisi UKM yang senyatanya.
Secara mendasar dan sesuai dengan tujuan membangun kemandirian dan kemartabatan masyarakat perdesaan yang merupakan bagian terbesar ekonomi rakyat, membangun lembaga pendanaan perdesaan (micro finance institute), yang dimiliki, dikelola dan hasilnya dinikmati oleh rakyat sendiri, amatlah strategis sifatnya.
Banyak jenis LKM yang tumbuh dan berkembang di Indonesia menunjukkan bahwa LKM sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, serta kelompok pengkoperasi dan ekonomi rakyat dan mikro yang selama ini belum terjangkau oleh jasa pelayanan keuangan perbankan khususnya bank umum. Di satu sisi, LKM memiliki keunggulan yang relatif tidak dimiliki oleh bank umum yaitu lokasi yang dapat terjangkau nasabah bank pengkoperasi dan ekonomi rakyat dan mikro, memiliki fleksibilitas/keluwesan dalam melakukan transaksi dengan nasabah yang oleh kebanyakan umum dianggap tidak bankable, dan lebih memahami budaya masyarakat setempat karena kedekatan secara psikologis/kekeluargaan antara pengurus/pegawai/pemilik LKM dengan nasabahnya.
Namun di balik keunggulannya yang sangat strategis dalam pemberdayaan masyarakat, tidak sedikit di antara LKM itu yang masih menghadapi berbagai kendala sehingga tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. Kendala yang paling menonjol lebih bersifat internal, ternyata terbatasnya permodalan dan lemahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). LKM umumnya memiliki modal yang relatif kecil. Untuk BPR saja misalnya sebagian besar hanya memiliki modal disetor sebesar modal minimum yang disyaratkan yaitu Rp 50 juta. Sedangkan beberapa KSM masih mengandalkan dana dari simpanan anggota yang kadang tidak mampu memenuhi permintaan yang jauh lebih besar. Masih banyak LKM yang kesulitan mengakses dana bank atau sumber lainnya, baik untuk memenuhi kebutuhan dana masyarakat maupun untuk menanggulangi kesulitan likuiditas (akibat mismatch) dari lembaga itu sendiri.
Masih rendahnya kualitas SDM di LKM disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, buruknya sistem rekrutment, tidak adanya jenjang karir yang jelas, sistem penggajian yang tidak memadai, serta kurangnya pelatihan. Karena SDM-nya kurang kompeten, maka sulit diharapkan adanya inovasi dalam pengelolaannya sebagai syarat untuk memenangkan persaingan dengan lembaga lain.
Gerakan Ekonomi Rakyat Daerah
Berdasarkan argumentasi tentang ekonomi jaringan, maka dalam penguatan aspek kebangsaan maka lebih awal kita harus mendesain GERak Daerah (Gerakan Ekonomi Rakyat Daerah) dalam rangka penguatan pertumbuhan dan pembiayaan koperasi dan ekonomi rakyat di tingkat lokal. Oleh karena itu ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan:
1. Merancang pembangunan daerah yang berbasis kepada peningkatan pendapatan masyarakat melalui berbagai dukungan yang memungkinkan dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam gerakan ekonomi.
2. Mendorong kompetisi dan kooperasi antar daerah melalui penciptaan daerah-daerah percontohan dalam era otonomi daerah. Dalam rangka program tersebut, dalam skala mikro perlu disiapkan kelembagaan pembiayaan koperasi dan ekonomi rakyat,
Dalam hal ini perlu dikembangkan lembaga pelayanan ekonomi rakyat didaerah yang berupa jaringan Pos Ekonomi Rakyat (PER). PER atau disebut juga telesenter adalah pusat kegiatan pelayanan masyarakat berbasis Internet. PER didirikan, dan oleh karena itu dimiliki, oleh siapa saja yang memenuhi ketentuan yang dibuat oleh Sekertariat Kordinasi Nasional PER (Setkornas PER). PER dapat didirikan oleh perorangan atau lembaga apapun. Namun agar PER dapat menyediakan pelayanan E-com maka sebaiknya ia berbadan hukum, koperasi atau perseroan. PER yang memenuhi persyaratan disahkan melalui sertifikat yang dikeluarkan oleh Setkornas PER.
PER dirancang untuk memiliki peran dalam merangsang pertumbuhan ekonomi dan sosial di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu PER perlu mengembangkan berbagai fungsi dan layanan.
Pelayanan yang disediakan oleh PER terdiri dari pelayanan bersertifikasi dan pelayanan tanpa sertifikasi. Dalam rangka pengembangan PER di Daerah, berbagai bentuk layanan bisa dilakukan antara lain:
(i) Penyedia Layanan Standar. PER dapat memberikan layanan dasar berupa telepon, facsimile, cetak, email dan akses Internet.
(ii) Pusat Informasi (certified). PER menyediakan berbagai informasi mengenai budaya, pendidikan dan kemasyarakatan. Informasi tersebut dapat diberikan dalam bentuk kepustakaan, CD-ROM, cassete maupun multimedia. Informasi bisnis merupakan bagian dari Pusat Layanan Bisnis. Sedangkan untuk informasi teknologi disediakan di Pusat Teknologi Terapan.
(iii) Pusat Belajar (certified). PER menyediakan fasilitas belajar mandiri (kepustakaan, CD-ROM, Cassete, Multimedia), belajar kelompok secara tatap muka maupun on-line (telelearning). Pusat Belajar juga memfasilitasi kegiatan seminar, lokakarya dsb.
(iv) Pusat Layanan Bisnis. PER menyediakan informasi bisnis baik menyangkut pasar, produk, ketenaga-kerjaan maupun permodalan, layanan konsultasi bisnis, analisis pasar, studi kelayakan, credit arrangements dlsb. Berbagai bentuk pelayanan ini diberikan melalui:
· Trading House (certified). Menyediakan layanan pemasaran langsung untuk pasar domestik dan ekspor. Layanan disini termasuk informasi pasar, jaminan pembayaran dan jaminan mutu.
· Kelompok Kerja Pengembangan Produk (certified). Memprakarsai, melayani dan memelihara kerjasama saling menguntungkan antara produsen komoditi yang sama untuk meningkatkan kemampuan pengendalian dalam pemasaran dan produksi sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas yang diinginkan.
· Electronic Commerce (certified). Memberikan layanan perdagangan elektronik berupa skema penjaminan kredit, penjaminan pembayaran dan penjaminan mutu.
· Temu Usaha
(v) Pusat Teknologi Terapan. Memberikan pelayanan antara lain:
· Layanan Konsultasi Peningkatan Mutu (certified). Peningkatan mutu produk dilakukan dengan perbaikan di seluruh rantai produksi, mulai dari pengadaan bahan, penanaman, pengolahan sampai pengemasan. PTT memberikan pelayanan konsultasi untuk meningkatkan mutu produk dengan memanfaatkan teknologi yang ada.
· Layanan Koordinasi Kajian Produk Unggulan. PTT melakukan survey proaktif pengumpulan informasi dan dokumen untuk mengetahui berbagai kajian yang dilakukan di seluruh dunia, terutama Indonesia, mengenai produk unggulan daerah. Dimana perlu PTT mengajukan usulan kepada pemerintah untuk mengkoordinasikan kegiatan penelitian produk unggulan atau mengusulkan topik penelitian baru. Setkornas PER akan mengkoordinasikan konferensi nasional pengembangan produk unggulan yang melibatkan seluruh lenbaga penelitian, sponsor dan lembaga penerapan teknologi, minimal 3 tahun sekali.
· Benchmarking. PTT melakukan survai global untuk mengetahui tahapan dan perkembangan mutakhir dalam teknologi dan manajemen. Hasil survai ini dipergunakan untuk benchmarking usaha dan industri nasional sehingga tetap kompetitif di pasar global.
(vi) Penyedia Layanan Internet (certified). PER menyediakan jasa layanan Internet seperti jasa koneksi, webhosting, pembuatan homepage/websites, server co-location dsb.
(vii) Pusat Kegiatan Sosial, Seni dan Olah-raga. Sebagai pusat kegiatan masyarakat, PER juga menyediakan fasilitas untuk kegiatan sosial, seni dan olahraga. Fasilitas tersebut terutama dalam bentuk ruang.
(viii) Klub Bisnis (certified). PER memberikan layanan klub bisnis eksklusif bagi anggotanya. Klub bisnis ini diperlukan untuk mengambil sinergi dari kegiatan bisnis dengan kegiatan sosial. Klub bisnis juga diperlukan untuk memperkuat komitmen anggota kepada keberlanjutan dari PER.
KESIMPULAN
1. Pembangunan Daerah harus dibangun sebagai bagian dari perwujudan paham nasionalisme – kerakyatan. Penguasaan asset ekonomi bangsa oleh pihak asing adalah ancaman pembangunan daerah. Pembangunan daerah tidak sama dengan sekedar pembangunan di daerah oleh pihak asing. Ia terkait erat dengan pembangunan ekonomi rakyat di daerah khususnya melalui pengembangan lembaga kolektifnya, yaitu koperasi. Pembangunan Daerah juga berarti mengurangi derajat pemusatan penguasaan sumber daya alam di daerah oleh modal besar yang membuat rakyat daerah menjadi penonton dan buruh murah serta pemerintah daerah menjadi penanggung masalah sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya.
2. Pembangunan Daerah harus didasarkan kepada pendayagunaan teknologi terapan baik yang sederhana maupun canggih. Dalam hal ini khususnya teknologi informasi dan komunikasi untuk mengintegrasikan pembangunan daerah dengan sumber daya pendukung khususnya sumber pembiayaan, jaringan pemasaran dan pengembangan teknologi serta pengembangan sumber daya insani.
3. Untuk itu perlu dibangun paradigma baru, yakni infratruktur pendukung serta budaya ekonomi dan sosial yang mampu berintegrasi dengan arus utama ekonomi modern yang terbuka. Dalam hal ini kebijakan publik harus mendukung upaya pemberdayaan sektor ekonomi rakyat didaerah dan mengurangi kebijakan publik yang bersifat pemusatan pengambilan keputusan, perencanaan pembangunan, dan pengelolaan sumber daya alam.
Dalam hubungan ini, maka amat penting diwujudkan pengembangan jaringan pelayanan ekonomi modern yang berupa pos ekonomi rakyat yang multiguna dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang akan menjadi tulang punggung dari pembangunan daerah yang partisipatoris. Dengan pendekatan ini, maka diharapkan terjadi koreksi terhadap derajat kepincangan antar kelompok ekonomi didaerah, antar daerah yang sekaligus merupakan upaya pengentasan kemiskinan yang lebih mendidik, bermartabat, dan berdasar kepada prinsip membangun kemandirian secara berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar